Berlian Berhati Mutiara
By : Roihana Kartika Z
Langit berhiaskan
awan putih bersebaran indah di atas sana. Membentuk
gambar-gambar indah, bak lukisan putih diatas kanvas biru. Hembusan angin yang
menyejukkan hati yang damai ini. Dan pemandangan
yang sebelumnya tidak pernah kupandang. Ini duniaku yang
baru, yang lebih indah, yang lebih tenang. Disini kumulai lembaran baruku
menjadi lebih berarti dan akan ku kubur
dalam-dalam kenangan-kenangan buruk masa laluku, dan ku ganti dengan masa depan
cerahku. Ya. Di Negara orang
ini, di Negri Paman Sam ini Aku bisa mencapai impianku untuk menjadi seorang pengacara
hebat dan bisa berdampingan dengan pengacara-pengacara hebat lainnya yang dulunya hanyaku idolakan. Semua ini berkat sahabatku yang selalu membantuku dan
menyuportku untuk bisa mencapai impian terbesarku ini, yang sekarang mungkin sedang melihatku dengan senyuman paling manis yang
di milikinya bersama Tuhan diatas sana.
***
“ Sonya !!” seorang gadis yang mempunyai suara lembut
memanggilku dengan sedikit berlari kecil mengejarku. Aku pun mulai menghentikan
langkahku dan membalikan badan kearah suara tersebut. Dan ternyata benar
dugaanku, dia adalah sahabat terbaikku yaitu bernama BERLIAN. Nama yang cantik
dan cocok dengan wajah maupun hatinya. Dia adalah sahabatku dari Aku pertama masuk
ke Sekolah Menengah Pertama. Dia juga yang pertama kalinya mengajakku
berbicara, sementara waktu itu Aku tidak mengenal seorang pun.Orangnya sangat
asyik dan baik, dan dia dari keluarga baik-baik. Sayangnya, Ayah Berlian sudah
tidak ada saat ia masih balita. Beliau sudah tidak ada karena sakit jantung
yang diderita beliau sejak 5 tahun terakhir. Kini Berlian hanya tinggal bersama
Ibu dan kakak laki-lakinya yaitu Boby. Kehidupannya yang rukun dan tercukupi
pun tidak berubah saat ditinggal oleh Ayahnya, karena Ibu Berlian bekerja
sebagai Dosen Matematika di Universitas terbagus se-provinsiku. Sedangkan kakak laki-lakinya yang sekarang sedang
melanjutkan sekolah ke Universitas yang sama, tetapi ia menekuni di bidang
Kewirausahawan.
“ Hai Lian, maaf aku meninggalkanmu di Taman tadi.
Soalnya tadi tiba-tiba Kak Rinai mengajakku untuk melihat hasil foto-foto
miliknya yang bagus dan menarik perhatianku untuk melihatnya, kamu tau
sendirikan kalau yang berhubungan dengan Photografi
itu, aku semangat sekali, hehe” Jelasku sambil menyeringai kepada Berlian yang
terlihat kesal dan kelelahan mengejarku.
“ Iya deh Son, aku maafin kamu. Tapi dengan syarat kamu
traktir aku 2 sale pisang sekaligus ya di Bu Kantin nanti istirahat.” Muka yang
tadinya kesal berubah menjadi bersemangat dan memohon kepadaku untuk
membelikannya sale pisang Bu Kantin kesukaan Berlian. Aku pun mengiyakan dan
sekalian lah untuk membalas
kesalahanku tadi yang telah meninggalkannya sendirian di Taman. Kami pun menuju
kelas 9A dengan bergandengan dan bercanda seperti layaknya 2 sahabat yang
sedang akur-akurnya.
Pyarr !!!! suara piring pecah menyambutku pulang dari
sekolah. “KAMU YANG SALAH! GAK BECUS JADI ISTRI.” “Kamu Mas yang salah, kenapa
kamu selalu menyalahkanku dan Mas tidak pernah mau mengalah.” Suara dangan
tangis penuh isak terdengar. “Apa-apaan
aku yang salah? justru kamu yang gak bener ngurus anak kamu itu!” suara
yang tegas penuh amarah terdengar. “Anak aku juga anak mu Mas.” Seruan-seruan,
terikan-terikan, bentakan-bentakan yang selalu kudengar saat aku pulang. Itu
sudah terbiasa dalam rumah tangga kedua orang tua ku, memang akhir-akhir ini
mereka sering sekali berantem karena Kakakku, Kak Jo sering pulang malam. Itu
membuatku sedih dan rasanya ingin pergi dari rumah. Tetapi jika ku lakukan itu,
akan menambah masalah dan membuat Ayahku semakin marah kepada Ibuku. Akhirnya
aku tetap memutuskan untuk tinggal. Saat ku buka pintu, mereka pun kaget dan menghentikan
pertengkaran sengit itu. Aku pun hanya menunduk dan menahan air mata ini jatuh
sembari aku masuk ke kamarku yang berada dilantai 2. Kedua orang tuaku hanya
memandangiku prihatin dan ketika melihatku sudah masuk ke kamar, mereka lalu mulai
menyalahkan satu sama lain. Itu membuatku muak.
***
“ Berlian, kamu tau, aku
sedih banget kalo lihat Ayah sama Ibuku bertengkar setiap hari. Aku selalu
pengen bisa bersamamu selalu Lian.” Aku menyeka ujung-ujung mataku.” karena
hanya bersamamu hatiku merasa tenang dan damai, kamulah sumber inspirasiku” aku
mengigit bibir. “Berlian apakah hidup ini adil?
Apakah Tuhan adil?” Tanyaku sambil terisak di
pelukan Berlian. Belaian lembut Berlian kepadaku begitu damai, ia pun senyum
mendengarkan ceritaku. “Jangan begitu Son, hidup didunia ini memang banyak
sekali cobaan yang akan kita terima, dan kita harus bisa mengatasinya dengan
tegar dan sabar. Tetaplah patuh kepada kedua orang
tuamu Son, merekalah yang
membimbingmu, mengajarimu, merawatmu hingga sebesar ini. Hargailah mereka. Buat
mereka bangga sama kamu.” Berlian menghela nafas panjang-panjang. “Sonya, hidup
itu sangat adil amat malah. Kadang kita
dibawah, kadang pula kita diatas. Tuhan maha adil. Ingat itu Son, Tuhan Maha Adil” Terang Berlian dengan
bijaknya kepadaku. Memang Berlian sahabat terbaikku. Selalu menyupoortku,
memberi nasehat, temen curhat yang paling tepat. Tidak
lupa ia juga yang sealu menghiburku saat seperti ini. “Oke Berlian ! akan aku
buat kedua orang tuaku bangga kepadaku.” Berlian tersenyum.
Disekolah....
Brukk !!! tiba-tiba ada seorang yang menabrakku dan menjatuhkan buku-buku yang kubawa, berserakan dan berantakan seperti hatiku saat ini.
Bukannya menolongku untuk mengambil
dan membereskan buku yang berantakan, ia malah memarahiku dan mencaci-caciku. “ Gimana sih
loe? Loe punya mata gak sih! Jalan aja gak becus!” lontaran kasar keluar dari mulutnya yang
sedang mengunyah permen karet tanpa bersalah kepadaku. “Bukannya situ yang nabrak aku? Malah situ yang marah-marah.” Balasku dengan ketus
sambil membereskan bukuku dan beranjak berdiri dari dudukku. Mulailah diantara aku
dan dia, yang denger-denger bernama Nabilah,
bercekcok
dan sebelumku sempat meluncurkan
tanganku ke pipinya, Berlian pun datang untuk melerai kita.
“ Udah-udah cukup ! kalian apa-apaan sih? Kayak anak
kecil aja. Sekarang Sonya minta maaflah kepada
Nabilah....” “Loh kenapa harus aku dulu Lian?”
potongku kesal. “ Ayo Sonya lakukan saja, daripada masalahnya jadi tambah
besar.” Perintah Berlian kepadaku. Dengan merasa terpaksa akhirnya pun aku
meminta maaf kepada Nabilah. Yang diminta maafi malah tersenyum dengan
sinisnya, dengan raut muka yang sepertinya mengejekku. Dan juga ajakan tanganku
pun hanya disentuh diujung jarinya dengan sedikit menampar. Kutahan semua
emosiku, menuruti apa yang
diucap Berlian. Walau masih ada rasa kesal dalam hatiku.
Dikelas....
“Sonya, jangan sekali-kali
ya
kamu berhubungan dengan si Nabilah itu, apalagi bermusuhan. Kamu akan
mendapatkan balasan lebih kalau saja tadi kamu memukulnya.”
Bisik Berlian kepadaku yang masih dengan mulut
mencucuku dan raut wajah cemberutku. “Emangnya kenapa Berliann, diakan bukan siapa-siapa.”
Jawabku kesal. “Kata siapa dia bukan siapa-siapa Son? Dia anak Kepala yang menanggung
biaya Beasiswa di sekolah kita sekaligus pendiri sekolah ini.” “Apa? Gak salah
denger nih aku?” kaget aku mendengar penjelasan dari Berlian. “Enggaklah Son,
buat apa aku ngomong yang gak bener kekamu.” Tersontak aku pun langsung
terdiam. Jadi tadi maksud Berlian menyuruhku untuk meminta maaf duluan
gara-gara ini? Ya ampun. Untung saja tadi Berlian langsung datang, kalau tidak pasti bonyoklah muka si Nabilah dan itu bisa
membuatku dikeluarkan dari sekolah ini.
Keesokann
harinya, di Taman sekolah tempat yang biasa kudatangi bersama Berlian diwaktu
jam istirahat maupun jam pulang. Tiba-tiba datanglah seorang yang bernama
Nabilah itu kepada kita. Dia bersama Gang-nya yang terkenal se-sekolahan yaitu
bernama Pretty Girls. Dia sebagai
ketua di Gang itu.
“
Hey you! Jangan sekali-kali ya loe buat masalah lagi sama gue. Loe taukan
akibtanya?! Apalagi kalian itu anak orang yang gak bener. RAKYAT JELATA!”
Tersontak Aku reflex meluncurkan tanganku dan akan menamparnya setelah kalimat
Nabilah meluncur dari bibir sadisnya itu. Tapi sebelumnya, seperti biasa
Berlian mencegahku untuk jangan berbuat nekad kepada Nabilah. Dan aku terpaksa
melepaskan dan memilih untuk tidak melakukannya dan pergi bersama Berlian.
Walaupun rasa amarah dan kesal ada dalam hati kecilku ini disaat mendengar
perkataan yang tidak sepatutnya Nabilah ucapkan. “Berliannn, kenapa kita hanya
menghindar dan selalu mengalah? Kita juga punya hak, dan kita perlu membela
diri kita sendiri An. Pihak sekolah tidak boleh membanding-bandingkan mana yang
anak Kepala dan yang bukan. Kita disini semua sama dan mempunyai hak yang sama
pula. Keadilan harus ditegakan disini Berlian!” ucapku seakan kuterbawa emosi
dan mengungkapkan semua yang ada dipikiranku saat itu juga. “Iya Son, kamu
memang benar. Tapi disini gak ada yang seperti itu, disini semua hanya
memperdulikan dan membela anak Kepala. Semua takut dengan ancaman yang
diberikan kepada guru-guru kita oleh Kepala. Oleh karna itu kita jangan
sekali-kali berbuat masalah dengan Nabilah, walaupun hanya sedikit.” “Tapi
an….” “ Udah Son, kamu ikuti saja apa kataku. Ini juga demi kebaikanmu.”
Berlian tersenyum kepadaku dengan senyuman andalahnya yang membuatku merasa tenang.
Dan aku pun hanya menurut saja apa yang diucapkan Berlian,itu juga demi
kebaikan ku dan Berlian.
Sejak
saat itu, Aku pun tidak pernah ada hubungan lagi dengan Nabilah. Demi
kebaikanku dan Berlian.
Kini
UAN pun semakin dekat. Aku dan Berlian sekarang lebih banyak bertemu untuk
belajar bersama, karena sebelumnya kita lebih banyak untuk bermain. Ya namanya
juga anak ABG, hehe. Waktu begitu cepat, UAN pun akan dilaksakan besok lusa.
“Semoga Aku bisa mendapatkan nilai tertinggi Lian besok ! Kamu pun juga ya..
Aku ingin membuat orang tuaku bangga kepadaku. Dan dengan kuperoleh nilai
tertinggi itu, sangat membantuku untuk bisa melanjutkan ke SMA favorit dan bisa
kuliah di Jurusan Hukum. Aku ingin menjadi pengacara yang hebat seperti Laura
Wasser, Fiona Shackleton,
Stacey D. Phillips,
dan masih banyak lagi. Itu cita-cita terbesarku. Membela kebenaran dan keadilan
diatas ketidak adilan manusia-manusia zaman sekarang.” Kuucap dengan
semangatnya dan penuh keyakinan dihadapan Berlian. “Pasti Son! Pasti kamu akan
menjadi orang yang sukses nantinya, aku akan selalu berdoa untukmu. Dan
pastinya, saat kamu udah sukses nanti, jangan lupakan sahabatmu ini yaa?” “Gak
akan pernah Berlian, Kamu akan selalu ada didalam hatiku.” Kupeluk Berlian
erat-erat.
***
Wisuda…
Aku
pun mendapatkan nilai tertinggi di sekolahanku. Sedangkan Berlian yang kedua.
Aku sangat bersyukur atas semua ini. Tidak sia-sia Aku belajar bersama Berlian
selama ini. Walaupun dari pihak sekolah juga mengadakan les tambahan. Seneng
banget rasanya menjadi yang terbaik diantara yang terbaik ditambah Ayah dan
Ibukku kembali akur. Ayah ibukku sekarang bangga melihatku. Dan semenjak itu mereka
tidak pernah lagi bertengkar lagi, dan Kak Jo pun lebih sering dirumah. Ia akan
melanjutkan Kuliahnya jurusan bidang teknis. Dalam wisuda kemarin Ayah, Ibu,
dan Kak Jo datang, dan tidak lupa dengan Ibunya Berlian dan Kak Boby yang
sekarang sedang menginjak disemester 3.
“Akhirnya
kita bisa lulus dengan nilai yang memuaskan ya Berlian. Terimakasih selama ini
kamu selalu membantuku.” Ucapku sembari memuluk tubuh Berlian. “Iya sama-sama
Sonyakuu yang kusayangiii. Aku juga makasih ya sama kamu dah mau jadi sahabat
terbaikku.” Kami pun hanyut dalam
pelukan. Aku dan Berlian diberi beasiswa ke SMA favorite dengan jalur undangan.
Aku senang sekali karena tidak berpisah dengan Berlian. Walaupun kita sudah
lulus SMP.
Detik
demi detik, menit demi menit, hingga tahun demi tahun pun kita lakukan
bersama-sama. Suka duka kita jalani bersama, seperti segrombolan burung-burung
yang sedang terbang dan diantara satu sama lain mereka tidak pernah berpisah dan
saling tolong-menolong. Tiba-tiba diwaktu itu. Ya, diwaktu dimana aku mengalami
hal yang tak kuduga sebelumnya. Disaat aku akan melaksanakan Lomba Debat PKN,
disitulah mulai kurasakan ada yang berbeda. Ada yang berbeda dari diriku. Aku
mulai merasakan pusing yang luar biasa sakitnya. Bak seribu jarum menusuk
kekepala ini. Ditambah sakit yang kurasakan dibagian pinggang seperti ada yang
meninju bertubi-tubi dengan kerasnya, dengan kuatnya. Aku tidak mengerti apa
yang terjadi. Aku sangat bingung dan kesakitan beribu kali lipat. Dan saat
itulah aku tidak sadarkan diri. Berbagai pertanyaan dan kecemasan ada dalam
benakku. Bagaimana dengan omba debat PKN yang selama ini dipersiapkannya sangat
matang? Bagaimana aku bisa jadi begini? Bagaimana nanti Berlian melihatku
dengan keadaan begini? Bagaimana dengan orang tuaku? Kak Jo? Beribu pertanyaan
melayang-layang dipikiranku.
“Sonyaa..Sonyaa… banguunn. Kamu gak
boleh jadi gini. Gak bolehh…” Teriak Berlian saat tubuhku dibawa dengan ranjang
berjalan menuju ruang UGD. “Sonyaaa
bangunnnn” Tangisan Berlian semakin kencang. Tubuhku yang jatuh tak
berdaya sudah sampai didepan ruang UGD. “Maaf dek, sementara adek tunggu diluar
ya.” Ujar salah satu suster yang tadi juga ikut mendorong tubuhku. “Tapi sus,
saya sahabatnya. Gak mungkin meninggalkannya sendirian disana.” “Maaf dek,
tidak bisa.” Jlegg.. pintu ditutup. Berlian masih dengan air mata yang
bercucuran duduk di lantai sendirian. Bingung dengan keadaan sahabat
terbaiknya. Mengapa bisa seperti ini? Sedihh, teramat sangat malah.
Membayangkan sahabat terbaiknya jatuh sakit tanpa sebab. Dan kenapa harus
sahabatanya bukan dirinya? Rasa yang bercampur aduk tak karuan ada di dalam
hati Berlian. Tak lama kemudian Ibu, Ayah, dan Kak jo pun datang bersama Ibu
Berlian dan Kak Boby. Datang dengan paniknya, bingung kenapa bisa terjadi
secara tiba-tiba. “Gimana keadaan Sonya, Lian?” Tanya Ibuku dengan cemas dan
menangis kepada Belian yang belum juga berhenti menangis. Berlian hanya
menggelengkan kepalanya. “ Ya Tuhann, kenapa ini semua bisa terjadi? Apa
rencana yang engkau akan berikan kepada keluarga kami?” ucap Ibuku sambil
menangis. Terlihat Ibu Berlian tampak simpatik dan prihatin. Beliau mencoba
menenangkan Ibuku, sedangkan Ayah, Kak Jo, dan Kak Boby hanya diam senyap.
Satu
setengah jam berlalu.
Jlegg…
pintu ruang UGD terbuka. Dan muncullah sosok dokter dari mulut pintu menuju
kearah kami. Dengan ditemani 2 suster yang salah satu darinya tadi mencegah
Berlian untuk masuk. Dengan panik Ibuku menanyakan keadaanku kepada dokter.
Dokter hanya menyuruh kedua orang tuaku masuk keruangannya. Ibu Berlian pun
juga ikut. Sementara Berlian lebih memilih untuk menungguku dengan ditemani Kak
Jo dan Kak Boby. Berlian menangis sepanjang waktu, tanpa henti. Walaupun tidak
bersuara. Ia menangis didalam hatinya. Hatinya yang sangat sedih melihat
sahabat terbaiknya jatuh tak berdaya di ranjang. Memegang erat tanganku sambil
mengucapkan beberapa doa untuku.
***
Ternyata
oh ternyata. Aku mengidap penyakit gagal ginjal. Gagal ginjal stadium ke-3.
Yang membuat ginjal sebelahku harus diangkat dan diganti. Aku masih berada di
rumah sakit. Opname selama seminggu lebih. Dan Ayah ibuku bingung mencari pendonor
ginjal yang mau dan cocok untuk ginjalku. Karenanya ginjal Ayah, Ibu, dan Kak
Jo tidak ada yang cocok untukku.
Setelah
beberapa minggu mencari pendonor, akhirnya dapat dan langsung aku melakukan
operasi pada ginjalku. Aku tak tau siapa yang mendonorkan ginjalnya untukku.
Tetapi aku sangat berterimakasih kepadanya. Operasi berjalan dengan sukses. Aku
kembali kerumah walaupun belom boleh masuk sekolah. Butuh beberapa hari untuk
pemulihan. Dn sampe hari pertama aku pulang dari rumah sakit, aku tidak menjumpai
Berlian. Ah mungkin dia lagi sekolah dan belom pulang. Paling nanti kerumah
bawa buah kesukaanku, pisang haha. Tapi kok sampai sore sekarang Berlian belum
juga kerumah? Kemana dia. Gak biasanya Berlian begitu. Aku pun bertanya kepada
Ibuku, ia hanya menjawab “Tunggu saja son, ia pasti datang.” Ucapan Ibu
membuatku lebih cukup tenang. Tapi kok sampai malam ini Berlian belum juga
datang? Aku pun memutuskan untuk meminta izin kepada Ibu untuk berkunjung ke
rumah Berlian. Ibu member izin dengan syarat ditemani Kak Jo. Aku pun kerumah
Berlian bersama Kak Jo. Walaupun begitu Ibu tetap merasa cemas.
Tok
tok tok. Ku ketuk pintu rumah Berlian. Terdengar dari dalam suara Ibu Berlian
menanggapi suara pintu.
“
Iya sebentar. Ohh nak Sonya. Kenapa kemari nak? Kamu perlu istirahat yang cukup
dulu.”
“Saya mau bertemu dengan Berlian Tante, ada
kan?”
“Oh
ada Sonya, ayo masuk dulu. Ayo silakan nak Jo”
“Iya,
Tan.” Jawab Kak Jo. “Bentar, tante panggilkan Berlian dulu ya.” Aku pun hanya
mengangguk.
Muncullah
Berlian dan Kak Boby dari dalam rumahnya. Berlian terlihat sedikit berbeda, iya
berbeda. Berlian Nampak pucat dan lemas. Walaupun dengan kepucatan dan lemasnya
ia tutupi dengan senyuman manisnya. Semetara itu Kak Boby dan Kakakku ngobrol
diteras rumah Berlian. “Hai Sonya! kamu udah baikan kan?” Tanya Berlian sambil
duduk disebelahku. “Iya, udah kok Lian. Kenapa kamu gak kerumah sih? Aku
tunggu-tunggu loh.” Ujarku cemas. “ Maaf ya, aku dari kemarin agak gak enak
badan, sampe –sampe gak berangkat sekolah. Maaf ya cuyungkuu.” Berlian mencubit
pipiku ini yang tidak bersalah. “Iya dehh Lian. Kok tumben banget kamu sakit
gini?” “Iya nih gak tau son.”Aku curiga dengan Berlian, ia tidak biasanya sakit
hingga 2 hari. Ah tak apalah, mungkin ia kecapekan setelah menunggu kemarin di
Rumah Sakit.
Dua
Bulan semenjak aku pulang dari rumah. Kujalani hari ku dengan seperti biasa.
Tetapi kenapa Berlian Nampak begitu aneh akhir-akhir ini. Ia sekarang sering
minum obat atau apa itu tidak jelas setiap 2 kali sehari. Aku mencoba bertanya
tapi iya hanya menjawab bukan apa-apa kok Son. Sambil tersenyum.
***
Gawattt….
Sekarang malah gantian Berlian yang jatuh sakit. Ia dibawa kerumah sakit saat
ia jatuh dari tangga sekolah karena pingsan. Dan langsung dibawa ke ruang UGD.
Aku membawanya bersama guruku. Aku sangat panik. Amat sangat. Mungkin lebih
panik daripada Berlian saat mengantarku ke Rumah Sakit. Aku menahan air mataku.
Aku tidak akan sedih dihadapan Berlian. Seperti biasa, suster mencegah untuk
tetap diluar. Aku bersama dengan guruku pun manunggu diruang tunggu. Bingung,
cemas, sedih, bercampur jadi satu di dalam benakku. Bertanya-tanya apa yang
terjadi dengan Berlian? Mengapa secara tiba-tiba? Mengapa ya Tuhann?
Ibu
Berlian datang dengan panik selayaknya orang tua yang kehilangan anak yang
dicintainya. Datang bersama Ibu dan Ayahku. Kali ini Kak Jo tidak ikut. Ktanya
nanti akan menyusul bersama Kak Boby setelah selesai kuliah. Ibu Berlian
mencoba tenang dan sabar. Ibuku ikut menangkannya. Beberapa saat kemudian
Dokter keluar dari Ruang Unit Gawat Darurat. Dokter terlihat sendiri. Tak ada
suster yang menemanianya. Dengan raut wajah yang slelah dan berkeringat. Dokter
menyuruh Ibu Berlian dan Kedua orang tuaku masuk keruangannya. Aku pun langsung
masuk keruangan Berlian. Terlihat 2 suster yang dulunya ikut keluar bersama
dokter, sekarang mereka sedang membersihkan Berlian, menutup tubuh Berlian
dengan Selimut. Apa maksudnya? Apa yang terjadi? “
“
Sus kenapa sahabat saya ditutup wajahnya? Kenapa ? Dia kan gak kenapa-napa kan
sus? Jawab!” “Sabar ya dek, Sahabat adek sudah tenang bersama Tuhan.” “Ha? Apa kata
suster? Tenang bersama Tuhan? Suster gak salah ngomong kan?” Tersontak aku
kaget mendengar ucapan Suter tersebut. Aku tidak percaya. Sangat tidak percaya.
Air mata muali jatuh dari mataku. Mengalir dipipiku makin deras makin deras.
Sahabatku yang slama ini bersamaku, main bareng, bercanda bareng, susah bareng,
sekarang udah gak ada? Ya Tuhan, bagaimana bisa? “BERLIAANNNN, BANGUNNN ! AYOO
KITA MAIN LAGI. Bangunn Berliann.” Ya Tuhan.. Kenapaa? “BERLIAAANNN” Kak Jo dan
Kak Boby yang barusan datang langsung bingung dengan keadaan didalam ruangan
itu. Kak Jo menenangkanku, sedangkan Kak Boby masih tidak percaya dengan
meninggalnya adik kesayangannya. Iya menangis.
Ibu
Berlian dan kedua orang tuaku masuk kedalam ruangan. Menceritakan semua yang
diceritakan dokter selama ini. dan aku tidak mengetahuinya sama sekali.
Ternyata, ya ternyata! Ginjal yang berada di badanku ini milik Berlian. Ia
mendonorkannya untukku. Ya Tuhan betapa mulia dan baiknya hati Berlian.
Sebenarnya Berlian belum cukup umur untuk mendonorkan organnya, tetapi Berlian
sangat ingin mendonorkannya untukku. Meminta izin berkali-kali, setiap saat
kepada orang tuanya. Walaupun sudah dilarang tetapi ia tetap melonjak untuk
itu. Akhirnya pun Berlian diizinkan oleh Ibunya walaupun dengan berat hati. Dan
Berlian meminta kepada siapa saja jangan beri tahu ini kepadaku. Dan akhirnya
proses operasi berjalan dengan lancer.
Akantetapi,
Berlian dan keluarganya tidak mengetahui resiko yang akan diterima oleeh
Berlian. Berlian ternyata belum kuat hanya dengan satu ginjalnya. Itu sebabnya
yang menjadikan Berlian sudah tidak ada. Ya Tuhann betapa mulia hati Berlian
kepadaku. Kudoakan selalu kau sahabatku, semoga kau selalu bahagia disana dan
hidup senang selamanya. Kebaikan seorang Sahabat terhadap sahabat yang lain,
itu sangat berharga dan tidak ternilai harganya. Hingga seorang sahabat rela
mengorbakan nyawanya demi sahabta terbaiknya. TERIMA KASIH BERLIAN. KAU AKAN
SELALU ADA DIHATI KECILKU YANG TAK BERDAYA INI. DAN AKAN KUJAGA GINJALMU INI
SEBAIK MUNGKIN, AKU AKAN MERAIH CITA-CITAKU DEMI KAMU, BERLIAN….
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar